INILAH KISAH SANGAT SEDIH GURU HONORER YANG GAJINYA TIDAK MENCUKUPI UNTUK HIDUP SEHARI HARI

INFO KEKINIAN :Mereka tampil di depan kelas sebagai "penyelamat" bagi sekolah-sekolah yang kekurangan guru tetap. Namun, ketika kewenangan mengelola sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan beralih dari kabupaten/kota ke provinsi, nasib mereka malah tidak ikut "terselamatkan". Kisah miris ini terjadi di sejumlah daerah. Moch Hamzah Rifwan (33) antusias membawakan pelajaran Pendidikan Agama Islam di hadapan siswa SMK Negeri 2, Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa (10/1). 

Wajahnya sama sekali tak menampakkan gundah. Padahal, mulai Januari 2017 ini, penghasilan guru honorer tersebut tidak menentu. Pelimpahan wewenang pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke provinsi awal tahun ini membuat nafkahnya tak lagi bersumber pada Pemerintah Kota Surabaya. Selama ini, sebagai guru tidak tetap (GTT) dia memperoleh gaji setara upah minimum kota (UMK) Surabaya (Rp 3,2 juta). Upah yang rutin diterima awal bulan itu cukup untuk menghidupi istri dan dua anaknya. Kini dengan beralihnya pengelolaan SMK ke Provinsi Jawa Timur belum ada kepastian gaji sebesar itu dibayar tepat waktu.


 "Penghasilan saya hanya dari honor guru. Kalau gaji Januari terlambat, saya akan menggadaikan BPKB sepeda motor karena kebutuhan susu untuk anak saya yang masih berusia 9 bulan dan 4 tahun tidak bisa ditunda," kata Hamzah, Selasa (10/1). Kegundahan pria berpeci itu beralasan. Sebab, Pemprov Jatim dipastikan tak punya anggaran untuk menggaji guru honorer. Hal ini berbeda ketika SMA/SMK masih dikelola Pemkot Surabaya. 

Pemkot Surabaya membayar gaji GTT dengan anggaran Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (Bopda). Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman mengatakan, setelah peralihan pengelolaan SMA/SMK kepada Pemprov Jatim, sebanyak 34.000 guru PNS di Jatim sudah mendapatkan gaji pada 3 Januari 2017. Namun, khusus untuk guru honorer atau GTT, gaji untuk Januari belum dibahas. Jumlah guru honorer seperti Hamzah di Jawa Timur sekitar 4.000 orang. 

Saiful mengatakan, pengelolaan GTT berada di tangan kepala sekolah. Kepala sekolah harus berpikir menjalankan roda sekolah, mulai dari biaya operasional hingga gaji GTT dari uang Bantuan Operasional Sekolah dan sumbangan biaya pendidikan (SPP) siswa. Tak pelak, Hamzah pun terpaksa putar otak. Dia berencana berjualan es tebu untuk mengatasi kebutuhan ekonomi keluarga yang semakin bertambah. Dia sudah bertanya kepada temannya tentang cara berjualan es. Modalnya sekitar Rp 4 juta. "Nanti bisa pinjam teman dulu untuk memastikan dapur keluarga tetap mengepul," ujarnya.

SUMBER(https://regional.kompas.com)

Demikian berita dan Informasinya semoga bermanfaat,amiiin
loading...

0 Response to "INILAH KISAH SANGAT SEDIH GURU HONORER YANG GAJINYA TIDAK MENCUKUPI UNTUK HIDUP SEHARI HARI"

Posting Komentar